Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengaruh media sosial yang semakin besar, konsumerisme telah mendominasi masyarakat. Kini hanya segelintir masyarakat yang masih menerapkan cara hidup minimalisme. Tapi sebenarnya apa arti dan dampak dari minimalisme dan konsumerisme?
Definisi dari minimalisme dan konsumerisme benar-benar bertolak belakang. Konsumerisme merupakan cara hidup dengan mengkonsumsi berlebihan seperti berbelanja hal-hal yang sebenarnya tidak diperlukan karena impulsif atau merasa ingin memiliki dan bukan membutuhkan. Sedangkan minimalisme merupakan cara hidup yang lebih memprioritaskan kebutuhan dan kesederhanaan.
Di era media sosial, masyarakat sangat terpapar terhadap tren, gaya hidup dan bahkan produk yang menarik. Jadi tidak heran jika mayoritas penggunanya memiliki rasa keinginan terhadap barang ataupun gaya hidup yang dilihatnya. Padahal jika dipikir-pikir kembali, apakah barang yang dilihat di media sosial memang dibutuhkan?
Dengan menekankan kesederhanaan, gaya hidup minimalisme bukan berarti hidup serba kekurangan, melainkan lebih memilih dengan bijak apa yang benar-benar dibutuhkan dan bernilai untuk dimiliki. Berbeda dengan konsumerisme yang membeli sesuatu karena keinginan, minimalisme menerapkan mindfulness. Dengan adanya mindfulness, maka minimalisme dapat menghindari gaya hidup boros karena membelanjakan uang secara sadar dan penuh pertimbangan.
Bahkan minimalisme dapat membantu seseorang menghindari tekanan sosial dan kecemasan finansial yang seringkali muncul dalam gaya hidup konsumtif. Minimalisme juga membantu menciptakan lingkungan yang lebih tenang, mengurangi beban emosional dari kepemilikan berlebih serta mendorong seseorang untuk lebih fokus pada pengalaman dan hubungan sosial yang lebih bermakna. Hal ini disebabkan oleh minimalisme yang menawarkan kebahagiaan yang lebih sustain dari kesederhanaan. Jadi menurut Zeekers apakah hidup yang lebih sederhana lebih bahagia?